Pada
mulanya, pedagang-pedagang Belanda yang berpusat di Rotterdam membeli
rempah-rempah dari Lisabon (Lisboa), Portugis. Ketika itu, Belanda masih
dalam penjajahan Spanyol. Kemudian terjadilah Perang 80 Tahun,
yaitu perang kemerdekaan Belanda terhadap Spanyol. Perang tersebut
berhasil melepaskan Belanda dari kekuasaan Spanyol dan menjadikan William van Orange sebagai pahlawan kemerdekaan Belanda.
Pada tahun 1580, Raja Phillip dari Spanyol
naik tahta. Beliau berhasil mempersatukan Spanyil dan Portugis.
Akibatnya, Belanda tidak dapat lagi mengambil rempah-rempah dari Lisabon
yang sedang dikuasai Spanyol. Hal itulah yang mendorong Belanda mulai
mengadakan penjelajahan samudera untuk mendapatkan daerah-daerah asal
rempah-rempah.
A. Perjalanan Bangsa Belanda ke Indonesia
Cornelis de Houtman, memimpin pelayaran dari Belanda ke Nusantara. Pada 1596 Cornelis de Houtman tiba di Banten.
Pada
bulan April 1595, Cornelis de Houtman dan de Keyzer memimpin pelayaran
menuju Nusantara dengan 4 buah kapal. Pelayaran tersebut menempuh rute
Belanda - Pantai Barat Afrika - Tanjung Harapan - Samudra Hindia - Selat
Sunda - Banten. Selama dalam pelayaran, mereka selalu berusaha menjauhi
jalan pelayaran Portugis sehingga pelayaran tidak singgah di India dan
Malaka yang sudah dahulu diduduki Portugis. Pada bulan Juni 1596,
pelayaran Houtman tiba di Banten.
Pada
mulanya, kedatangan Belanda mendapat sambutan hangat dari masyarakat
Banten. Kedatangan Belanda diharapkan dapat memajukan perdagangan dan
dapat membantu usaha Banten menyerang Palembang. Akan tetapi, kemudian
timbul ketegangan antara masyarakat Banten dengan Cornelis de Houtman.
Hal itu disebabkan oleh sikap de Houtman hanya mau membeli rempah-rempah
jika musim panen tiba. Akibatnya, beliau diusir dari Banten dengan
mendapat sedikit rempahh-rempah.Meskipun demikian, de Houtman disambut
dengan gegap gempita oleh masyarakat Belanda. Beliau dianggap sebagai
pelopor pelayaran menemukan jalan laut ke Indonesia.
Pada tanggal 20 November 1598, rombongan baru dari Belanda dipimpin oleh Jacob van Neck dan W ybrecht can Waerwyck
dengan 8 buah kapal tiba di Banten. Pada saat itu, hubungan Banten
dengan Portugis sedang memburuk sehingga kedatangan Belanda diterima
baik. Karena sikap van Neck yang sangat hati-hati dan pandai mengambil
hati para petinggi Banten, tiga buah kapalnya penuh dengan muatan dan
dikirim kembali ke negeri Belanda. Lima buah kapal yang lain menuju ke
Maluku. Di Maluku, Belanda juga diterima dengan baik oleh rakyat Maluku
karena dianggap sebagai musuh Portugis yang juga sedang bermusuhan
dengan rakyat Maluku.
B. Terbentuknya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
Uang cetakan VOC.
Keberhasilan
ekspedisi Belanda melakukan perdagangan rempah-rempah mendorong
pengusaha-pengusaha Belanda yang lain untuk berdagang di Indonesia.
Akibatnya, terjadilah persaingan di antara pedagang-pedagang Belanda
sendiri. Di samping itu, mereka harus menghadapi persaingan dengan
Portugis, Spanyol dan juga Inggris.
Atas prakarsa dari dua tokoh Belanda, yaitu Pangeran Maurits dan Johan van Olden Barnevelt, pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang Belanda bersatu padu menjadi kongsi dagang yang lebih besar dan diberi nama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia Timur. Pengurus pusar VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602, VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang dikepalai oleh Francois Wittert. Adapun tujuan dibentuknya VOC adalah sebagai berikut.
1. Menghindari persaingan tidak sehat di antara sesama pedagang Belanda sehingga keuntungan maksimal dapat diperoleh.
2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya maupun dalam bangsa-bangsa Asia.
3. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berujung menghadapi Spanyol yang masih menduduki Belanda.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa, VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda, yang dikenal dengan Hak Octroi meliputi hal-hal berikut ini.
1. Monopoli perdagangan.
2. Mencetak uang dan mengedarkan uang.
3. Mengangkat dan memberhentikan pejabat.
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja lokal.
5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri.
6. Mendirikan benteng dan pusat pertahanan.
7. Menyatakan perang dan damai.
8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.
Dengan
kekuasaan yang istimewa tersebut, pada tahun 1605 VOC berhasil merampas
benteng Portugis di Ambon. Pada tahun 1609, VOC berhasil mendirikan loji (pangkal dagang) di Banten. Setahun kemudian, VOC untuk pertama kalinya mengangkat seorang gubernur jenderal, yaitu Pieter Both
(1610-1614) yang berkedudukan di Ambon. Namun, VOC beranggapan bahwa
Ambon letaknya terlalu jauh dari Selat Malaka sehingga kurang strategis
dijadikan pangkalan dagang yang kuat. Oleh karena itu, perhatian VOC
tertuju ke Jayakarta untuk dijadikan pangkalan dagang utamanya.
Jayakarta yang dipimpin oleh Wijayakrama ketika itu sedang berselisih dengan negeri induknya, yaitu Banten yang dipimpin oleh Ranamanggala. Pertentangan tersebut dimanfaatkan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen
sehingga berhasil merebut Jayakarta. Orang-orang Banten yang berada di
Jayakarta diusir dan Kota Jayakarta dibakar. Pada tanggal 30 Mei 1619,
J.P. Coen mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia, sesuai dengan nama nenek moyang orang Belanda, yaitu bangsa Bataaf. Batavia kemudian dijadikan markas besar VOC.
I.) Politik Ekonomi VOC
Perahu kora-kora, yang digunakan oleh VOC untuk mengawasi kegiatan monopoli dalam pelayaran hongi.
Keberadaan
markas besar VOC. Pusat-pusat perdagangan yang berhasil dikuasai oleh
VOC antara lain Malaka (1641); Padang (1662); Makassar (1667); dan
Banten (1684). VOC juga menguasai daerah pedalaman Banten dan Mataram
yang banyak menghasilkan beras dan lada.
Guna
mendapat keuntungan yang besar, VOC menerapkan monopoli perdagangan.
Bahkan, pelaksanaan monopoli VOC di Maluku lebih keras daripada
pelaksanaan monopoli bangsa Portugis. Peraturan-peraturan yang
ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain
sebagai berikut.
1. Verplichte Leverantie,
yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan
VOC. Peraturan ini juga melarang rakyat menjual hasil buminya selain
kepada VOC.
2. Contingenten, yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
3. Peraturan tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.
3. Ekstiparsi,
yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi
kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harganya merosot.
5. Pelayaran Hongi, yaitu
pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi
pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak keras pelanggarnya.
II.) Sistem Birokrasi VOC
Untuk memerintah wilayah-wilayah di Indonesia yang telah dikuasai, VOC mengangkat seorang Gubernur Jenderal yang dibantu oleh empat anggota yang disebut Raad van Indie (Dewan India). Di bawah gubernur jenderal diangkat beberapa Gubernur yang memimpin suatu daerah. Di bawah gubernur terdapat pula beberapa Residen/Karesidenan yang dibantu oleh Asisten Residen. Pemerintahan di bawahnya lagi diserahkan kepada pemerintahan tradisional, yaitu Raja dan Bupati.
Beberapa
gubernur jenderal VOC yang dianggap berhasil mengembangkan usaha dagang
dan kolonialisasi VOC di Indonesia, antara lain berikut ini.
1. Jan Pieterszoon Coen (1619-1629)
Jan Pieterszoon Coen, pendiri Kota Batavia atau yang sekarang dikenal sebagai Jakarta.
Beliau
dikenal sebagai pendiri Kota Batavia dan peletak dasar imperialisme
Belanda di Indonesia. Beliau dikenal pula dengan rencana
kolonialisasinya dengan memindahkan orang-orang Belanda bersama
keluarganya ke Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja Belanda di Indonesia.
II. Antonio van Diemen (1636-1645)
Beliau berhasil memperluas kekuasaan VOC ke Malaka pada tahun 1641. Beliau juga mengirimkan misi pelayaran yang dipimpin oleh Abel Tasman ke Australia, Tasmania, dan Selandia Baru.
III. Joan Maetsycker (1653-1678)
Beliau berhasil memperluas wilayah kekuasaan VOC ke Semarang, Padang, dan Manado.
IV. Cornelis Speelman (1681-1684)
Beliau berhasil menghadapi perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar, memadamkan pemberontakan Trunojoyo di Mataram, dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Dalam melaksanakan pemerintahan, VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung (indirect rule) dengan memanfaatkan Sistem Feudalisme
yang telah berkembang di Indonesia. Ciri khas feudalisme adalah
kekuasaan mutlak dari bawahan kepada atasannya. Di dalam susunan
piramida masyarakat feudal, Raja berada pada posisi teratas, kemudian di
bawahnya terdapat Bangsawan Tinggi Kerajaan (Kaum Aristokrat).
Di bawah Raja juga terdapat bupati yang berkuasa di suatu daerah,
kemudian kepala-kepala rakyatm dan yang paling bawah adalah rakyat.
Sistem
semacam itu dipertahankan sehingga VOC dapat melaksanakan monopoli
perdagangannya dan menarik pajak melalui Raja dan Bupati. Oleh karena
itulah, VOC selalu turut campur tentang masalah pergantian Raja dan
Bupati. Dalam melaksanakan tugas-tugas dari VOC, Raja dan Bupati selali
diawasi oleh Residen dan Asisten Residen. Dalam birokrasi seperti itulah
desa-desa sert rakyatnya menanggung beban paling berat atas
tindakan-tindakan Bupati dan Rajanya.
III.) Kemunduran VOC
Gedung
markas VOC di Batavia yang sekarang disebut Museum Fatahilah Jakarta.
Pada tahun 1799 VOC resmi dibubarkan, dan hutang serta kekayaannya
diambil alih pemerintah Kerajaan Belanda.
Kemunduran dan kebangkrutan VOC terjadi sejak awal abad ke-18 yang disebabkan oleh hal-hal seperti berikut.
1. Banyak korupsi yang dilakukan oleh pengawas-pengawas VOC.
2. Anggaran pegawai terlalu besar sebagai akibat semakin luasnya wilayah kekuasaan VOC.
3. Biaya perang untuk memadamkan perlawanan rakyat sangat besar.
4. Persaingan dengan kongsi dagang bangsa lain, seperti kongsi dagang Portugis (Compagnie des Indies) dan kongsi dagang Inggris (East Indian Trading Company).
5. Hutan VOC yang sangat besar.
6. Pemberian deviden kepada para pemegang saham walaupun usahanya mengalami kemunduran.
7. Berkembangnya paham liberalisme sehingga monopoli perdagangan yang diterapkan VOC tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
8.
Pendudukan Prancis terhadap negeri Belanda pada tahun 1795. Prancis
memiliki musuh utama Inggris yang berada di India dan meluaskan
jajahannya ke Asia Tenggara. Badan seperti VOC tidak dapat diharpakan
terlalu banyak dalam menghadapi Inggris sehingga VOC harus dibubarkan.
Pada tahun 1795 dibentuk panita pembubaran VOC. Pada tahun itu pula hak-hak istimewa VOC (octroi)
dihapuskan. VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan saldo
kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Selanjutnya, semua hutang dan
kekayaan VOC diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda.
C. Pemerintahan Hindia Belanda
Van
Hogendorp. Salah satu tokoh liberal dari Belanda. Beliau menganjurkan
agar segala permasalahan ekonomi dipisahkan dengan urusan pemerintahan.
Perubahan
yang terjadi di Eropa pada akhir abad ke-18 besar pengaruhnya terhadap
Indonesia yang sedang dijajah Belanda. Pada tahun 1795, Partai Patriot
Belanda yang Anti-Raja, atas bantuan Perancis, berhasil merebut
kekuasaan dan membentuk pemerintahan baru yang disebut Republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik ini menjadi bawahan Perancis yang sedang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte,. Raja Belanda, Willem V, melarikan diri dan membentuk pemerintahan peralihan di Inggris yang ketika itu menjadi musuh Perancis.
Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799, tanah jajahan yang dahulu dikuasai oleh VOC diurus oleh suatu badan yang disebut Aziatische Raad (Dewan Asia). Kekuasaan pemerintahan Belanda di Indonesia dipegang oleh Gubernur Jenderal Johannes Siberg (1801-1804).
Johannes
Siberg seharusnya mencerminkan sifat dari Republik Bataaf yang liberal.
Akan tetapi, sebelum resmi berkuasa di Indonesia, beliau mengirimkan
dua komisaris ke Indonesia, yaitu Nederburg dan van Hogendrop.
Keduanya memiliki pandangan berbeda tentang politik kolonial yang akan
diterapkan. Hal itu terjadi karena berkembangnya paham-paham baru di
Eropa sebagai dampak Revolusi Perancis dan Revolusi Industri. Pandangan kedua komisaris tersebut sebagai berikut.
1. Nederburg berpandangan konservatif. Ia menganjurkan agar sistem perekonomian yang telah diterapkan VOC tetap dipertahankan.
2. Van Hogendrop berpendirian sangat liberal. Ia menganjurkan agar masalah pemerintahan dipisahkan dengan masalah ekonomi.
Perbedaan pandangan antara dua tokoh tersebut diselesaikan melalui Charter 1904,
yang merupakan kompromi dari dua pendirian tersebut. Isi pokok charter
tersebut adalah kebijakan-kebijakan lama yang masih dipandang baik perlu
dipertahankan dan bila perlu diadakan perubahan-perubahan.
0 komentar:
Posting Komentar